Kadang saya suka berpikir sendiri, kenapa perintah berbuat baik kepada ibu, lebih dikhususkan untuk para anak laki-laki. Kenapa para anak perempuan tidak diingatkan untuk berbakti kepada ibu mereka.
Lalu saya berkaca pada diri sendiri, sebagai anak perempuan. Dengan karunia khusus yang Allah berikan kepada perempuan, berupa dominan perasaan daripada pikiran, membuat anak perempuan lebih perhatian dengan orangtua dan lebih memikirkan detail dari perasaan orangtua yang biasanya tak terucap secara gamblang kepada anaknya.
Ya.. Anak perempuan secara natural sering memikirkan orangtuanya melebihi anak laki-laki. Apalagi bila anak perempuan itu sudah menikah, melahirkan, punya anak. Perasaan rindu pada orangtua menjadi lebih dalam.. Rindu berperan sebagai seorang anak.
Ok, sekarang saya kangen mamah.. ?
Bagaimana kalau anak perempuan yang sensitif, penuh perhatian dan kasih sayang, menjadi anak pertama dalam keluarga Dengan asuhan yang baik, maka anak perempuan pertama ini akan menjadi perempuan tangguh dan bertanggung jawab.
Diusia anak perempuanku yang pertama yang ke 9 tahun, masyaAllah.. Sudah begitu banyak hal yang saya syukuri.. Dengan keadaan keluarga kami yang LDR, anak perempuan pertama kami menjadi partnerku dalam mengurus rumah dan menjaga adik-adiknya. Ia adalah ibu kedua bagi adik-adiknya.
Ia ikut mengajarkan adik-adiknya ketika saya berhalangan mengajar karna suatu keperluan. Ia menjadi andalan dalam urusan antara rumah-warung-tempat isi galon. Di tengah kejumudan atas kerja rumah tangga yang monoton dan kebutuhan kata seorang perempuan, ia menjadi teman tukar pikiranku dan teman bercandaku.
Anak pertama perempuan adalah anak yang paling paham tentang kondisi teraktual keluarga. Ia ikut menanggung emosi positif maupun negatif orangtua, baik kedua pihak sadar ataupun tidak.Kadang saya takut membebaninya terlalu berat.Apalagi dengan memiliki adik yang sedikit hiperaktif, ia memiliki beban lebih dibanding kakak-kakak lainnya.
Ketika kemarin ia pergi ke dua hari satu malam ke anyer bersama teman-teman tahsinnya, saya merasa bahagia karna ia bisa menghabiskan waktu sebagai dirinya sendiri. Tanpa saya dan adik-adiknya.
Tak sabar menantinya pulang untuk mendengar cerita serunya. Saya selalu mengecek hape untuk mencari kehadirannya di tengah foto-foto yang dikirim ustadzahnya di grup orangtua. Saya merasa rindu padanya sekaligus bahagia
Ketika pulang ia berseloroh bahwa ia lebih senang pergi bersama keluarga kecil kami dibanding dengan teman-temannya. Dalam hati saya berkata “ternyata belum datang saatnya ia lebih memilih temannya daripada keluarganya” lalu kemudian berpikir ulang. Apakah setiap remaja harus melalui fase “lebih senang dengan teman sebaya dibanding keluarganya? ”
Dan saya kemudian mulai mengkritisi konsep perkembangan barat tentang istilah remaja yang sebenarnya tak ada dalam konsep perkembangan Islam.
Di usianya yang ke 9 ia sudah menunjukkan kedewasaan dibalik sosok mungilnya. Tak jarang ia lebih mementingkan kebutuhan orang di atas kepentingannya sendiri. Tak jarang juga ia memegang teguh prinsipnya saat berbeda dengan pandangan umum. Saya ingin terus mendukungnya dalam meraih cita-citanya, setelah konsep dasar tentang iman, akhlak, dan alquran ia pelajari dari ibunya yang ilmunya tak seberapa ini. Ketika ia melebihi ilmu kami, ia harus kami carikan guru yang lebih baik lagi.
“ummi, una mau jadi pengusaha sukses ya.. ” cita-citanya dalam 2 tahun terakhir
“tentu saja boleh, na. Mulailah cari ilmunya di usia 12 tahun ya, na. Saat ini tugasmu bukan belajar dagang. Una ingat apa yang dilakukan rasulullah saat berumur 9 tahun? ”
Tanyaku. “menggembala kambing, mi” jawabnya. “kenapa rasulullah menggembala kambing? ” tanyaku “membantu pamannya, belajar sabar, sama memikirkan alam ” Alhamdulillah.. Dia masih inget sama isi buku muhammad teladan jilid 2
“ya itulah tugas una saat ini. Belajar islam, belajar sabar menghadapi semua hal, dan membantu ummi ”
“una nanti juga mau homeschooling anak-anak una. Abis itu urus perusahaan”
“oke na.. InsyaAllah ummi dukung”
“bukan cuma toko mi. Tapi perusahaan.” tegasnya
“InsyaAllah, na. ”
Demikian bincang-bincang singkat dengan anak perempuan pertamaku yang berperan sebagai anakku, partnerku, sahabatku”
Semoga anak perempuan kita dapat menjadi muslimah pendukung kemajuan Islam di masa datang.. Dengan memegang teguh Islam dimanapun ia berada, dengan peran apapun yang kelak ia emban.. Aamiin
Leave a Reply