Pagi itu akhirnya saya bisa menghubungi si sulung, setelah tidak bersua selama 4 minggu.
Ini adalah rekor terlama ia jauh dariku.
Saya sudah bertekad di dalam hati untuk tidak menangis saat mengobrol dengannya karna saya tau dia anak yang sangat sensitif. Sepertiku. She is my mini me. Saya tak mau menambah derai tangisnya yang kuduga akan mewarnai pembicaraan kami
Kamipun menanyakan kabar masing-masing. Dia memulai pembicaraan dengan menahan isak.
Ia menceritakan bahwa quran yang ia bawa terlalu sulit. Sama seperti quran di madina, maka ia perlu quran yang lain. Ya.. Sejak ia masuk ke sana, saya semakin tau bahwa quran itu sangat banyak macamnya. Dulu hanya tau yang ala indonesia dan ala utsmani. Tapi ternyata tingkat kesulitan masing-masing quran berbeda. Pantas saja ketika saya pakai quran yang anakku pegang, bacanya jadi lebih banyak ngadatnya (cari pembenaran 😅)
Ku tanya tentang teman-teman barunya, teman kamarnya. Ia bercerita banyak temannya dari sanggata, kalimantan, dan yang terjauh dari Australia
Lalu kemudian ia mulai terisak cukup keras..
“ummi.. Ummi siapa yang bantu di sana.. ”
Sayapun menahan isak. Anak sulungku menangis membayangkan kerepotan umminya, yang sedang hamil dengan dua adiknya yang masih kecil, dengan bapaknya yang sedang LDR
Tak terkata kesulitanku ketika si sulung pergi menuntut ilmu dan suamiku pergi mencari nafkah. Dengan kondisi hamil, anak kedua yang butuh pengawasan penuh dan anak ketiga yang masih kecil, saya selalu mendapatkan bantuan amat berarti dari si sulung.
Ia yang kebagian tugas membereskan rumah, menyapu, mengepel, memasak nasi, urusan keluar rumah, jaga adik, dan yang terakhir ia suka bereksperimen memasak. Semua kusesuaikan dengan usianya. Berharap ia semakin terampil dengan semakin sering berusaha
Umminya membiarkannya menjadi asisten dengan dalih tema pelajaran living skill di homeschoolingnya 😁. Saya tak ingin ia sepertiku, yang baru belajar semuanya saat memasuki gerbang pernikahan
Saya katakan padanya “una jangan memikirkan ummi, una belajar saja yang serius disana, niatkan hanya untuk Allah.. InsyaAllah akan berbuah pahala” kudengar isaknya semakin keras
Sayapun menahan isakku
Kulanjutkan perkataanku padanya “una berjuang disana, ummi berjuang disini, bapak berjuang di tempat kerjanya”
Pikiranku terbang ke whatsapp antara saya dan suami yang akhir-akhir ini sering menceritakan betapa berat kondisi kerjanya
“kita masing-masing ada tempat jihadnya, una belajar yang giat ya.. ” pesanku padanya
Peranku sebagai guru pertama telah selesai.. Murid didikku selama 10 tahun akhirnya pergi belajar dengan guru yang jauh lebih baik dari guru pertamanya
Semoga didikanku selama 10 tahun, bisa menjadi bekal untuk bisa berjuang di tempat belajarmu yang baru.
Usianya adalah usia untuk berjihad dalam mencari ilmu. Tugasku adalah mencarikan guru yang baik untuknya. Guru yang baik akhlaknya, guru yang dalam ilmunya, yang patut di gugu dan di tiru. Sebagaimana ibu para salafus sholeh yang mencarikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
Semoga ia menjadi wanita shalihah yang jauh lebih baik dari ibunya, berakhlak mulia, tangguh, sabar, dan menjadi pejuang ilmu sehingga kelak bisa bermanfaat bagi ummat ..
Sampai jumpa minggu depan, anakku.. Ummi hanya bisa berdoa dan berdoa untukmu disini untuk keberhasilanmu.. Berdoa untuk menetapkan hatimu dan hatiku, agar cahaya ilmu bisa bersinar dan menjadi penerang jalan hidupmu kelak
Leave a Reply