“ummi.. jangan lupa kesana yaa” pesan una sebelum kami berangkat
“kemana, na?”
“itu. Mi.. yang item-item.. “ there she goes.. una dan tebak-tebakannya..
“apaan ya? “ tanyaku pura-pura ngga paham
“ yang kayak gunung, mii.. masak ummi ngga tauu” khas banget kata-kata ini..
Jadi memang una sudah kenal dengan candi Borobudur sebelum kami kesana. Lewat buku-buku dan acara televise. Penasaran dia sama candi Borobudur. Bapaknya una juga belum pernah ke candi Borobudur. Kalau ummi sudah pernah kesitu. Pengalaman yang cukup menyenangkan waktu itu.
Kami ke candi Borobudur hari Sabtu, maka cukup banyak pengunjung yang datang kesana.
Begitu kami parkir mobil, mobil kami di serbu ibu-ibu penjual topi. Bak selebriti yang diserbu paparazzi, kami merangsek jalan sambil bilang “no comment”. Karna saya merasa kurang enak badan maka kami memutuskan untuk mencari obat.
Gaya khas bapaknya una keluar deh. “Kamu sakit ya? Kalo ummi sakit kita balik aja ya. Ngga jadi ke Candi Borobudur.. “ setengah mengancam ke saya ketika kami dalam perjalanan ke candi borobudur. Meminta saya memilih antara sakit atau lanjut ke candi Borobudur yang sudah dinanti una sejak di Jakarta beberapa bulan sebelumnya.
Maka saya memutuskan untuk sembuh dari masuk angin itu dengan minum parcet+antangin jrg+minyak kayu putih+bakso hangat. Alhamdulillah badan sudah enak dan siap untuk menjelajah masuk ke candi Borobudur
Baru beberapa meter dari loket masuk, ternyata tersedia angkutan berbayar menuju pelataran candi. Kami memutuskan untuk naik agar menghemat tenaga saat akan memanjat naik candi Borobudur bersama 3 anak kecil. Saat turun dari angkutan ini terdapat peminjaman sarung untuk orang dewasa yang mengenalan celana pendek atau rok pendek. Dulu seingat saya belum ada yang seperti ini. 17 tahun yang lalu…
Hari cukup terik saat itu. Topi yang akhirnya kami beli setelah terkena rayuan maut ibu pedagang topi sangat bermanfaat. Sesi pemotretan yang memakan waktu cukup lama untuk proses penginstalan alatnya membuat kami cukup kepanasan. Akhirnya kami mengetahui derita model saat melakukan proses pemotretan outdoor
Mungkin bapaknya una terlalu lelah dengan proses instalasi dan pemotretan atau karna melihat terjalnya jalur pendakian, sehingga dia memutuskan untuk tidak memanjat naik candi. Dan setengah membujuk kami untuk segera pulang.
Tidak. Kami tidak bias pulang sekarang. Terutama una dan saya. Saya ingin una mendapat sedikit pembelajaran disini. Maka kami berdua diizinkan untuk naik dengan pesan “jangan lama-lama” dari bapaknya una
Kami bertiga (dengan nida yang saya gendong) naik ke atas candi. Pijakan tangganya begitu tinggi. Tapi saya mau membuktikan bahwa saya adalah ibu yang tangguh. Kami naiki satu demi satu pelatarannya, berbincang-bincang dan diskusi tentang candi Borobudur dan ajaran agama budha serta perbandingannya dengan Islam.
Sesampainya kami di pelataran paling atas, pemandangan begitu indah. Kami bertiga menikmatinya. Setelah puas, kamipun turun kembali dan bergabung dengan bapak untuk sesi pemotretan berikutnya
Proses pulang dari candi ke loket keluar dan parkiran mobil terasa amat panjang dan melelahkan. Pengunjung dipaksa melewati tunnel penjual yang panjaangg dan berliku. Sampai-sampai kaki taqi lecet dan harus digendong. Akhirnya kami keluar dari tunnel panjang itu berkat saran dari salah satu penjual. Lega bias keluar dari tunnel itu. Kamipun beristirahat sekenanya ketika berhasil keluar
Lalu kami pulang dari candi Borobudur dan entah kapan akan kembali ke sini lagi
[…] semua beres.. walau badan terasa remuk. cerita mengenai perjalanan ke borobudur bisa dilihat disini. Akhirnya kami menghabiskan sore di apartemen sewaan kami untuk mengistirahatkan badan yang mulai […]